CEDERA KEPALA
1. PENDAHULUAN
Fokus utama dalam pengkajian dan manajemen trauma kepala adalah
memproteksi otak. Walaupun otak hanya merupakan 2% daru berat badan, otak
bertanggung jawab terhadap 20% konsumsi oksigen istirahat dan demam 15% curah
jantung untuk mencapai pemenuhan kebutuhan metabolisme. Otak secara khusus
mempunyai demam tinggi terhadap metabolisme-oksigen 49ml/menit dan glukosa
60mg/menit. Sangat mudah diterima bahwa usaha awal paska trauma adalah
mempertahankan oksigen dan nutrisi yang membutuhkan untuk fungsi-fungsi otak.
Hipoglikemia dapat menyebabkan terjadinya gangguan aktivitas neuronal, kejang,
koma dan kematian. Jika sel-sel otak tidak bekerja secara benar, sistem tubuh
lainnya juga secara negatif terpengaruh dan disfungsi siklus organ yang
berbahaya terjadi pada beberapa sistem tubuh. Resusitasi awal otak secara
berfrekuensi akan termasuk tidak hanya penatalaksanaan oksigen secara agresif
tetapi koreksi hipoglikemia melalui penatalksanaan 50 mL dari 50% Dextrose,
bersama dengan 100 mg Thiamine untuk mencegah encephalopati Wernicke.
2. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan
traumatik dari fungsi otak yang disertai perdarahan interstitial dalam sustansi
otak, tanpa terpustusnya kontinuitas otak.
Trauma
serebral adalah suatu bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam
menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik, intelektual, emosional, sosial dan
pekerjaan.
Trauma kepala merupakan cedera yang
mengenai kepala baik langsung maupun tidak langsung (Diktat, KMB).
Trauma kepala marupakan peristiwa
yang sering terjadi dan mengakibatkan kelainan neurologis yang serius serta
telah mencapai proporsi epidemik sebagai akibat dari kecelakaan kendaraan
(Brunner & Suddart, KMB. EGC.2000).
3. PATOFISOLOGI
Suatu sentakan traumatik pada
kepala menyebabkan cedera kepala. Sentakan biasanya tiba-tiba dan dengan
kekuatan penuh seperti jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau kepala
terbentur. Jika sentakan menyebabakan suatu trauma akselerasi-deselerasi atau coup-countercoup, maka kontusio serebri
dapat terjadi. Trauma akselerasi-deselerasi dapat terjadi langsung di bawah
sisi yang terkena ketika oatak terpantul kearah tengkorak dari kekuatan suatu
sentakan (contoh : suatu pukulan benda tumpul), ketika kekuatan sentakan
mendorong otak terpantul kearah sisi berlawanan tengkorak, atau ketika kepala
terdorong ke depan dan terhenti seketika. Otak terus bergerak dan terbentur
kembali ke tengkorak (akselerasi) dan terpantul (deselerasi).
Mekanisme
Trauma
Trauma kepala terjadi bila ada
kekuatan mekanik yang ditransmisikan ke jaringan otak. Mekanisme yang
berkontribusi terhadap trauma kepala :
1) Akselerasi
kepala yang diam ditabrak oleh benda yang
bergerak
2) Deselerasi
kepala membentur benda yang tidak bergerak
3) Deformasi
: benturan pada kepala (tidak menyebabkan fraktur tulang tengkorak) menyebabkan
pecahnya pembuluh
darah vena terdapat di permukaan kortikal sampai ke dura
sehingga terjadi perdarahan subdural.
4. ETIOLOGI
1)
Menurut penyebabnya terbagi :
a.
Trauma tumpul
Kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan yang
menyebar. Berat ringannya cedera yang terjadi tergantung pada proses
akselerasi-deselerasi, kekuatan benturan dan kekuatan rotasi internal. Rotasi
internal dapat menyababkan perpindahan cairan dan perdarahan petekie karena
pada saat otak “bergeser” akan terjadi pergesekan antara permukaan otak dengan
tonjolan-tonjolan yang terdapat di permukaan dalam tengkorak laserasi jaringan
sehingga merubah integritas vaskuler otak.
b.
Trauma Tajam
Disebabkan oleh pisau atau peluru atau fragmen tulang
pada fraktur tulang tengkorak. Kerusakan tergantung pada kecepatan gerak (velocity) benda tajam tersebut menancap
ke kepala atau otak. Kerusakan terjadi hanya pada area di mana benda tersebut
merobek otak (lokal). Obyek dengan velocity tinggi (peluru) menyebabkan
kerusakan struktur otak yang luas serta adanya luka terbuka menyebabkan risiko
infeksi.
c.
Coup dan contracoup
Pada cedera coup kerusakan terjadi segera pada daerah
benturan, sedangkan pada cedera contacoup
kerusakan terjadi pada sisi yang
berlawanan dengan cedera coup.
2)
Menurut berat-ringannya (Hudak, dkk. 1996)
a.
Cedera kepala ringan
-
Nilai GCS 13-15
-
Amnesia kurang dari 30 menit
-
Trauma sekunder dan trauma neurologis tidak ada
-
Kepala pusing beberapa jam sampai beberapa hari
b.
Cedera kepala sedang
-
Nilai GCS 9-12
-
Penurunan kesadaran 30 menit – 24 jam
-
Terdapat trauma sekunder
-
Gangguan neurologis sedang
c.
Cedera kepala berat
-
Nilai GCS 3-8
-
Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam sampai
berhari-hari
-
Terdapat cedera sekunder : kontusio, fraktur
tengkorak, perdarahan dan atau hematoma intrakranial
5. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
a. Scalp
wounds (tarauma Kulit kepala)
b. Fraktur
tengkorak
c. Komosio
serebri (gegar otak)
d. Kontusio
serebri
e. Perdarahan
intra kranial
6. GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang timbul dapat
berupa gangguan kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil, serangan (onset)
tiba-tiba berupa defisit neurologis, perubahan tanda vital, gangguan
penglihatan, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo, gangguan
pergerakan, kejang dan syok akibat cedera multisistem.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada pasien
dengan trauma kepala yaitu :
1. Pengkajian
neurologi
2. Pemeriksaan
CT-scan atau MRI dapat dengan cermat
menentukan letak dan luas cedera.
8. PENATALAKSANAAN
Perawatan Emergency
1)
Primary survey
-
Nilai tingkat kesadaran
-
Lakukan penilaian ABC :
A – airway : kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda
asing dalam mulut.
B – breathing : kaji kemampuan bernafas, peningkatan PCO2 akan
memperburuk
edema
serebri.
C – circulation :
nilai denyut nadi dan perdarahan
-
Imobilisasi kepala atau leher dengan collar neck atau alat lain dipertahankan
sampai hasil x-ray membuktikan tidak ada fraktur cervical
2)
Intervensi primer
-
Buka jalan nafas dengan tehnik “jaw-thrust” – kepala jangan ditekuk,
isap lendir kalau perlu
-
Beri O2 4-6 liter/menit untuk mencegah anoksia
serebri
-
Hiperventilasi 20-25 x/menit meningkatkan
vasokonstriksi pembuluh darah otak sehingga edema serebri menurun
-
Kontrol perdarahan, jangan beri tekanan pada
luka perdarahan di kepala, tutup saja dengan kassa, diplester. Jangan berusaha
menghentikan aliran darah dari lubang telinga atau hidung dengan menyumbat atau
menutup lubang tersebut
-
Pasang infus
3)
Secondary survey
a)
Kaji riwayat trauma
-
Mekanisme trauma
-
Posisi klien saat ditemukan
-
Memori
b)
Tingkat kesadaran
Nilai dengan Glasgow
Coma Scale (GCS)
c)
Ukur tanda-tanda vital
-
Hipertensi dan bradikardia menendakan
peningkatan TIK
-
Nadi irregular atau cepat menandakan disritmia
jantung
-
Apnea, perubahan pola nafas terdapat pada cedera
kepala
-
Suhu meningkat dihubungkan dengant heat injuri
(trauma panas)
d)
Respon pupil, apakah simetris atau tidak
e)
Gangguan penglihatan
f)
Sunken eyes (mata terdorong ke dalam) satu atau
keduanya
g)
Aktivitas kejang
h)
Tanda Battle’s yaitu “blush discolaration’ atau memar di belakang telinga (mastoid)
menandakan adanya fraktur dasar tengkorak.
i)
Rinorea atau otorea menandakan kebocoran CSF
j)
Periorbital eccymosis akan ditemukan pada
fraktur anterior basilar
9. PENATALAKSANAAN DENGAN ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Observasi
Aktivitas/
istrahat
Gejala - Kelemahan, lelah,
kaku, hilang keseimbangan.
Tanda - Perubahan
kesadaran, hemiparesis, kehilangan tonus otot.
2.
Sirkulasi
Perubahan tekanan darah atau normal, perubahan
frekuensi jantung (Bradikardia, takikardia).
3.
Eliminasi
Inkontinensia
kandung kemih/ usus atau mengalami
gangguan fungsi.
4.
Makanan/
cairan.
Gejala - Mual/ muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda - Gangguan menelan.
5.
Pernapasan
Gejala -
Perubahan pola napas (anpea yang diselingi dengan hiperventilasi),
napas berbunyi, rongki atau mengi.
Tanda -
Kecepatan pernapasan meningkat.
6.
Penyuluhan/
pembelajaran
Gejala - Adanya riwayat pengguna obat/ alkohol.
B.
Klasifikasi
Data
Data Obyektif :
-
Pola napas abnormal.
-
Respon pupil buruk.
-
Perubahan perilaku, berbicara dan gerakan
motorik lamban.
-
Hematom.
-
Konkusio.
-
Kesadaran hilang.
-
Hemiparesis.
-
Foto toraks (fraktur).
Data
Subyektif :
-
Klien mengeluh sakit kepala.
-
Klien mengeluh untah-muntah.
-
Klien mengeluh susah bernafas
C.
Analisa
data
Data
|
Etiologi
|
Problem
|
|||
DO :
a.
Pola napas abnormal.
b.
Hematom.
c.
Konkusio.
d.
Kesadaran hilang.
e.
Hemiparesis.
f.
Foto toraks (fraktur).
DS:
a. Klien
mengeluh sulit bernapas.
|
Pergeseran
atau penekanan pada otot serta jaringan disekitarnya.
Merobek pembuluh darah
Perdarahan
Peningkatan Tekanan intrakranial
Gangguan sirkulasi otak
Edema diencephalon
Pernapasan
tidak efektif
|
Jalan napas
tidak efektif.
|
|||
DS:
a.
Klien mengeluh nyeri kepala.
b.
Klien meringgis.
DO :
a.
Pola napas abnormal.
b.
Hematom.
c.
Konkusio.
d.
Kesadaran hilang.
e.
Hemiparesis.
f.
Foto toraks (fraktur).
|
Pergeseran
atau penekanan pada otot serta jaringan disekitarnya.
Merobek pembuluh darah
Perdarahan
Merangsang
pelepasan sel-sel bradikinin.
FF
Kekorteks
selebri
EFF
Organ target
Nyeri
|
Nyeri
|
|||
DS:
a.
Kesadaran klien hilang.
b.
Klien sulit bicara
DO :
a.
Respon pupil buruk.
b.
Gerakan motorik lamban.
c.
Kesadaran hilang.
d.
Hemiparesis.
e.
Foto toraks (fraktur).
|
Peningkatan TIK
Gangguan sirkulasi otak
edema
diencepalon
kesadaran
menurun
|
Kesadaran
menurun
|
D.
Prioritas
masalah
1.
Ketidak efektifan jalan napas.
2.
Nyeri
3.
Kesadaran menurun
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM SARAF
DENGAN KASUS “TRAUMA KAPITIS”
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Rencana Tindakan
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
||
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
||||
1.
|
Ketidak
efektifan jalan napas b/d kerusakan neurologis yang ditandai dengan :
DO :
a.
Pola
napas abnormal.
b.
Hematom.
c.
Konkusio.
d.
Kesadaran
hilang.
e.
Hemiparesis.
f.
Foto
toraks (fraktur).
DS:
a.
Klien
mengatakan sulit bernapas.
|
Setelah
dilakukan tindakan diharapkan pola pernapasan klien kembali normal.
|
1.
Berikan
oksigen sesuai indikasi.
2.
Catat ketidak teraturan pernapasan,
pantau frekwensi.
3.
Auskultasi suara napas, perhatikan
daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal.
4.
Pantau penggunaan dari obat-obat
depresan.
|
1.
Mencegah/
mempermudah klien dalam inspirasi dan ekspirasi.
2.
pernapasan
lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
3.
untuk
mengidentifikasi adanya masalah paru, seperti altelektasis, kongesti atau
obstruksi jalan napas yang membahayakan klien.
4.
Dapat
meningkatkan komplikasi pernapasan.
|
1. Memberikan bantuan dalam inspirasi misalnya
dengan mamasang oksigen.
2. Mencatat ketidak teraturan
pernapasan misalnya terdapat bunyi napas tambahan.
3. Mendengarkan bunyi napas yang tidak
normal dapat mengidentifikasikan adanya komplikasi yang lain.
4. Memantau terhadap penggunaan
obat-obat depresan yang dapat menimbulkan komplikasi pernapasan misalnya obat
sedatif.
|
S :
Pola
pernapasan klien kembali normal.
O :
Pernapasan
normal.
A :
P :
|
2.
|
Nyeri
b/d peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan :
DS:
a.
Klien
nyeri kepala.
DO :
a.
Pola
napas abnormal.
b.
Hematom.
c.
Konkusio.
d.
Klien
nampak meringgis.
|
Setelah
tindakan dilakukan diharapkan nyeri klien berkurang dan aktifitas dapat
kembali normal.
|
1.
Observasi adanya tanda-tanda nyeri
nonverbal.
2.
Catat
adanya pengaruh nyeri.
3.
instruksikan
klien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri itu muncul.
4.
Berikan
obat sesuai indikasi.
|
1. Merupakan indikator atau derajat
nyeri yang tidak langsung dialami.
2. nyeri dapat mempengaruhi kehidupan
sampai pada suatu keadaan yang cukup serius dan mungkin dapat berkembang
sampai kearah depersi.
3. informasi
yang cepat dapat meningkatkan intervensi dini dan dapat mengantisipasi atau
menurunkan beratnya serangan.
4. penanganan melalui obat dengan
segera dapat menurunkan rasa nyeri.
|
Mengobservasi adanya nyeri yang
timbul nonverbal misalnya ekspresi wajah, gelisah meringis.
2. Mencatat respon klien tentang adanya
pengaruh neyri misalnya hilangnya perhatian pada hidup atau menurunya
aktifitas.
3.Memberitahukan
klien untuk dapat memberikan informasi jika nyeri muncul secara terus
menerus.
4. Memberikan obat klien misalnya dengan
analgetik. Asetaminofen dan postan.
|
S :
Nyeri
klien berkurang.
A :
Aktifitas klein kembali normal.
O :
P :
|
3.
|
Perubahan
kesadaran b/d edema diencepalon ditandai dengan :
DS:
a.
Kesadaran
klien hilang.
b.
Klien
sulit bicara
DO :
a.
Respon
pupil buruk.
b.
Gerakan
motorik lamban.
c.
Kesadaran
hilang.
d.
Hemiparesis.
e.
Foto
toraks (fraktur).
|
Mempertahankan
tingkat kesadaran dan meulihkan kembali fungsi sensorik.
|
1.
Kaji
tingkat kesadaran sensorik.
2.
Berikan
stimulasi yang bermanfaat.
3.
Observasi
respon klien.
4.
Gunakan
komunikasi dengan suara yang lambut dan pelan.
5.
evaluasi secara teratur perubahan
orientasi kemampuan berbicara dan proses pikir.
|
1.
Semua
sistem sensorik dapat berpengaruh dengan adanya perubahan yang melibatkan
peningkatan dan penurunan sensitifitas.
2.
Respon
yang baik dapat bermanfaat untuk menstimulasi pasien dan dapat memulihkan
kembali fungsi kognitif.
3.
Pencatatan
terhadap tingkah laku memberikan info yang diperlukan untuk perkembangan
proses rehabilitasi.
4.
Pasien
mungkin mengalami keterbatasan perilaku dengan tindakan ini membantu pasien
untuk memunculkan komunikasi.
5.
Kerusakan
dapat terjadi saat trauma awal atau setelah kejadian sehingga mengakibatkan
gangguan dalam proses pikir.
|
1.
Mengkaji
kesadaran sensorik misalnya respon terhadap sentuhan, panas dan dingin.
2.
Memberikan
stimulasi yang dapat memulihkan kesadaran misalnya dengan berbincang-bincang,
sentuhan atau dengan memegang tangan pasien.
3.
Mengobservasi respon klien misalnya
rasa bermusuhan.
4.
Menggunakan
komunikasi yang dapat diterima oleh klien.
5.
Mengevaluasi
kemampuan klien misalnya dengan mengajak berbicara atau menanyakan sesuatu.
|
S :
Kesadaran
klien kembali normal.
O:
Klien
mampu berkomunikasi.
A :
P :
|
DAFTAR PUSTAKA
Krisanty. P.,dkk,. 2009, Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat, Edisi I, Trans Info Media, Jakarta
Batticaca F,. 2008, Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan, Salemba
Medika, Jakarta
Baughman, Diane C. 2000, Keperawatan Medikal Bedah, EGC : Jakarta
Corwin, Elizabeth J. 2000, Buku Saku Patofisiologi, EGC : Jakarta
Doenges, Marlynn E. 1999. Rencana Asuhan KeperawatanPedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan Pasien.
Edisi III EGC. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar