No Body Perfect

Kamis, 10 Mei 2012

Tugas Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Sistem Persarafan


CEDERA KEPALA


1.       PENDAHULUAN
Fokus utama dalam pengkajian dan manajemen trauma kepala adalah memproteksi otak. Walaupun otak hanya merupakan 2% daru berat badan, otak bertanggung jawab terhadap 20% konsumsi oksigen istirahat dan demam 15% curah jantung untuk mencapai pemenuhan kebutuhan metabolisme. Otak secara khusus mempunyai demam tinggi terhadap metabolisme-oksigen 49ml/menit dan glukosa 60mg/menit. Sangat mudah diterima bahwa usaha awal paska trauma adalah mempertahankan oksigen dan nutrisi yang membutuhkan untuk fungsi-fungsi otak. Hipoglikemia dapat menyebabkan terjadinya gangguan aktivitas neuronal, kejang, koma dan kematian. Jika sel-sel otak tidak bekerja secara benar, sistem tubuh lainnya juga secara negatif terpengaruh dan disfungsi siklus organ yang berbahaya terjadi pada beberapa sistem tubuh. Resusitasi awal otak secara berfrekuensi akan termasuk tidak hanya penatalaksanaan oksigen secara agresif tetapi koreksi hipoglikemia melalui penatalksanaan 50 mL dari 50% Dextrose, bersama dengan 100 mg Thiamine untuk mencegah encephalopati Wernicke.
2.       PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai perdarahan interstitial dalam sustansi otak, tanpa terpustusnya kontinuitas otak.
        Trauma serebral adalah suatu bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik, intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan.
Trauma kepala merupakan cedera yang mengenai kepala baik langsung maupun tidak langsung (Diktat, KMB).
Trauma kepala marupakan peristiwa yang sering terjadi dan mengakibatkan kelainan neurologis yang serius serta telah mencapai proporsi epidemik sebagai akibat dari kecelakaan kendaraan (Brunner & Suddart, KMB. EGC.2000).

3.       PATOFISOLOGI
Suatu sentakan traumatik pada kepala menyebabkan cedera kepala. Sentakan biasanya tiba-tiba dan dengan kekuatan penuh seperti jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau kepala terbentur. Jika sentakan menyebabakan suatu trauma akselerasi-deselerasi atau coup-countercoup, maka kontusio serebri dapat terjadi. Trauma akselerasi-deselerasi dapat terjadi langsung di bawah sisi yang terkena ketika oatak terpantul kearah tengkorak dari kekuatan suatu sentakan (contoh : suatu pukulan benda tumpul), ketika kekuatan sentakan mendorong otak terpantul kearah sisi berlawanan tengkorak, atau ketika kepala terdorong ke depan dan terhenti seketika. Otak terus bergerak dan terbentur kembali ke tengkorak (akselerasi) dan terpantul (deselerasi).
patofis-cedera-kepala2
 
  







Mekanisme Trauma
    Trauma kepala terjadi bila ada kekuatan mekanik yang ditransmisikan ke jaringan otak. Mekanisme yang berkontribusi terhadap trauma kepala : 
        1)      Akselerasi kepala yang diam ditabrak oleh benda yang  bergerak 
        2)      Deselerasi kepala membentur benda yang tidak bergerak 
       3)      Deformasi : benturan pada kepala (tidak menyebabkan fraktur tulang tengkorak) menyebabkan pecahnya pembuluh   
               darah vena terdapat di permukaan kortikal sampai ke dura sehingga terjadi perdarahan subdural.

4.       ETIOLOGI 
        1)      Menurut penyebabnya terbagi :
a.       Trauma tumpul
Kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan yang menyebar. Berat ringannya cedera yang terjadi tergantung pada proses akselerasi-deselerasi, kekuatan benturan dan kekuatan rotasi internal. Rotasi internal dapat menyababkan perpindahan cairan dan perdarahan petekie karena pada saat otak “bergeser” akan terjadi pergesekan antara permukaan otak dengan tonjolan-tonjolan yang terdapat di permukaan dalam tengkorak laserasi jaringan sehingga merubah integritas vaskuler otak.
b.      Trauma Tajam
Disebabkan oleh pisau atau peluru atau fragmen tulang pada fraktur tulang tengkorak. Kerusakan tergantung pada kecepatan gerak (velocity) benda tajam tersebut menancap ke kepala atau otak. Kerusakan terjadi hanya pada area di mana benda tersebut merobek otak (lokal). Obyek dengan velocity tinggi (peluru) menyebabkan kerusakan struktur otak yang luas serta adanya luka terbuka menyebabkan risiko infeksi.
c.       Coup dan contracoup
                                Pada cedera coup kerusakan terjadi segera pada daerah benturan, sedangkan pada cedera contacoup     
                                kerusakan terjadi pada sisi yang berlawanan dengan cedera coup. 
         2)      Menurut berat-ringannya (Hudak, dkk. 1996)
a.       Cedera kepala ringan
-          Nilai GCS 13-15
-          Amnesia kurang dari 30 menit
-          Trauma sekunder dan trauma neurologis tidak ada
-          Kepala pusing beberapa jam sampai beberapa hari
b.      Cedera kepala sedang
-          Nilai GCS 9-12
-          Penurunan kesadaran 30 menit – 24 jam
-          Terdapat trauma sekunder
-          Gangguan neurologis sedang
c.       Cedera kepala berat
-          Nilai GCS 3-8
-          Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam sampai berhari-hari
-          Terdapat cedera sekunder : kontusio, fraktur tengkorak, perdarahan dan atau hematoma intrakranial


5.       KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
        a.       Scalp wounds (tarauma Kulit kepala)
        b.      Fraktur tengkorak
        c.       Komosio serebri (gegar otak)
        d.      Kontusio serebri
        e.      Perdarahan intra kranial

6.       GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang timbul dapat berupa gangguan kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil, serangan (onset) tiba-tiba berupa defisit neurologis, perubahan tanda vital, gangguan penglihatan, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan, kejang dan syok akibat cedera multisistem.

7.       PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada pasien dengan trauma kepala yaitu :
                1.       Pengkajian neurologi
                2.       Pemeriksaan CT-scan atau MRI dapat dengan cermat menentukan letak dan luas cedera.

8.       PENATALAKSANAAN
Perawatan Emergency
1)      Primary survey
-          Nilai tingkat kesadaran
-          Lakukan penilaian ABC :
A – airway               :  kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam mulut.
B – breathing          :  kaji kemampuan bernafas, peningkatan PCO2 akan memperburuk 
    edema serebri.
C – circulation    :  nilai denyut nadi dan perdarahan
-          Imobilisasi kepala atau leher dengan collar neck atau alat lain dipertahankan sampai hasil x-ray membuktikan tidak ada fraktur cervical
2)      Intervensi primer
-          Buka jalan nafas dengan tehnik “jaw-thrust” – kepala jangan ditekuk, isap lendir kalau perlu
-          Beri O2 4-6 liter/menit untuk mencegah anoksia serebri
-          Hiperventilasi 20-25 x/menit meningkatkan vasokonstriksi pembuluh darah otak sehingga edema serebri menurun
-          Kontrol perdarahan, jangan beri tekanan pada luka perdarahan di kepala, tutup saja dengan kassa, diplester. Jangan berusaha menghentikan aliran darah dari lubang telinga atau hidung dengan menyumbat atau menutup lubang tersebut
-          Pasang infus
3)      Secondary survey
a)      Kaji riwayat trauma
-          Mekanisme trauma
-          Posisi klien saat ditemukan
-          Memori
b)      Tingkat kesadaran
Nilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
c)       Ukur tanda-tanda vital
-          Hipertensi dan bradikardia menendakan peningkatan TIK
-          Nadi irregular atau cepat menandakan disritmia jantung
-          Apnea, perubahan pola nafas terdapat pada cedera kepala
-          Suhu meningkat dihubungkan dengant heat injuri (trauma panas)
d)      Respon pupil, apakah simetris atau tidak
e)      Gangguan penglihatan
f)       Sunken eyes (mata terdorong ke dalam) satu atau keduanya
g)      Aktivitas kejang
h)      Tanda Battle’s yaitu “blush discolaration’ atau memar di belakang telinga (mastoid) menandakan adanya fraktur dasar tengkorak.
i)        Rinorea atau otorea menandakan kebocoran CSF
j)        Periorbital eccymosis akan ditemukan pada fraktur anterior basilar

9.       PENATALAKSANAAN DENGAN ASUHAN KEPERAWATAN
               A.      Pengkajian
1.       Observasi
Aktivitas/ istrahat
Gejala                           - Kelemahan, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda                            - Perubahan kesadaran, hemiparesis, kehilangan tonus otot.
2.       Sirkulasi
Perubahan tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung (Bradikardia, takikardia).
3.       Eliminasi
Inkontinensia kandung kemih/ usus  atau mengalami gangguan fungsi.
4.       Makanan/ cairan.
Gejala                           - Mual/ muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda                            - Gangguan menelan.
5.       Pernapasan
Gejala                           - Perubahan pola napas (anpea yang diselingi dengan                                                                      hiperventilasi), napas berbunyi, rongki atau mengi.
Tanda                            - Kecepatan pernapasan meningkat.
6.       Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala                           - Adanya riwayat pengguna obat/ alkohol.

        B.      Klasifikasi Data
Data Obyektif :
-          Pola napas abnormal.
-          Respon pupil buruk.
-          Perubahan perilaku, berbicara dan gerakan motorik lamban.
-          Hematom.
-          Konkusio.
-          Kesadaran hilang.
-          Hemiparesis.
-          Foto toraks (fraktur).
Data Subyektif :
-          Klien mengeluh sakit kepala.
-          Klien mengeluh untah-muntah.
-          Klien mengeluh susah bernafas

C.      Analisa data
Data
Etiologi
Problem
DO :
a.       Pola napas abnormal.
b.      Hematom.
c.       Konkusio.
d.      Kesadaran hilang.
e.      Hemiparesis.
f.        Foto toraks (fraktur).
DS:
            a.       Klien mengeluh sulit bernapas.

Pergeseran atau penekanan pada otot serta jaringan disekitarnya.

Merobek pembuluh darah

Perdarahan

Peningkatan Tekanan intrakranial

Gangguan sirkulasi otak

Edema diencephalon

Pernapasan tidak efektif

Jalan napas tidak efektif.
DS:
a.       Klien mengeluh nyeri kepala.
b.      Klien meringgis.
DO :
a.       Pola napas abnormal.
b.      Hematom.
c.       Konkusio.
d.      Kesadaran hilang.
e.      Hemiparesis.
f.        Foto toraks (fraktur).
Pergeseran atau penekanan pada otot serta jaringan disekitarnya.

Merobek pembuluh darah

Perdarahan

Merangsang pelepasan sel-sel bradikinin.

FF

Kekorteks selebri



 
EFF

Organ target

Nyeri

Nyeri
DS:
a.       Kesadaran klien hilang.
b.      Klien sulit bicara
DO :
a.       Respon pupil buruk.
b.      Gerakan motorik lamban.
c.       Kesadaran hilang.
d.      Hemiparesis.
e.      Foto toraks (fraktur).

Peningkatan TIK


Gangguan sirkulasi otak



edema diencepalon

kesadaran menurun

Kesadaran menurun
         D.      Prioritas masalah
1.       Ketidak efektifan jalan napas.
2.       Nyeri
3.       Kesadaran   menurun

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM SARAF
 DENGAN KASUS “TRAUMA KAPITIS”

No
Diagnosa Keperawatan
Rencana Tindakan
Implementasi
Evaluasi
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Ketidak efektifan jalan napas b/d kerusakan neurologis yang ditandai dengan :
DO :
a.        Pola napas abnormal.
b.        Hematom.
c.        Konkusio.
d.        Kesadaran hilang.
e.        Hemiparesis.
f.         Foto toraks (fraktur).

DS:
a.        Klien mengatakan sulit bernapas.











Setelah dilakukan tindakan diharapkan pola pernapasan klien kembali normal.
1.        Berikan oksigen sesuai indikasi.


2.        Catat ketidak teraturan pernapasan, pantau frekwensi.
3.        Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal.

4.        Pantau penggunaan dari obat-obat depresan.




1.        Mencegah/ mempermudah klien dalam inspirasi dan ekspirasi.
2.        pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
3.        untuk mengidentifikasi adanya masalah paru, seperti altelektasis, kongesti atau obstruksi jalan napas yang membahayakan klien.

4.        Dapat meningkatkan komplikasi pernapasan.





1.    Memberikan bantuan dalam inspirasi misalnya dengan mamasang oksigen.
2.    Mencatat ketidak teraturan pernapasan misalnya terdapat bunyi napas tambahan.
3.    Mendengarkan bunyi napas yang tidak normal dapat mengidentifikasikan adanya komplikasi yang lain.
4.    Memantau terhadap penggunaan obat-obat depresan yang dapat menimbulkan komplikasi pernapasan misalnya obat sedatif.
S :
Pola pernapasan klien kembali normal.
O :
Pernapasan normal.
A :
P :
2.
Nyeri b/d peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan :
DS:
a.        Klien nyeri kepala.

DO :
a.        Pola napas abnormal.
b.        Hematom.
c.        Konkusio.
d.        Klien nampak meringgis.



















Setelah tindakan dilakukan diharapkan nyeri klien berkurang dan aktifitas dapat kembali normal.
1.        Observasi adanya tanda-tanda nyeri nonverbal.



2.        Catat adanya pengaruh nyeri.







3.        instruksikan klien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri itu muncul.



4.        Berikan obat sesuai indikasi.


1.    Merupakan indikator atau derajat nyeri yang tidak langsung dialami.



2.    nyeri dapat mempengaruhi kehidupan sampai pada suatu keadaan yang cukup serius dan mungkin dapat berkembang sampai kearah depersi.

3.    informasi yang cepat dapat meningkatkan intervensi dini dan dapat mengantisipasi atau menurunkan beratnya serangan.

4.    penanganan melalui obat dengan segera dapat menurunkan rasa nyeri.
         Mengobservasi adanya nyeri yang timbul nonverbal misalnya ekspresi wajah, gelisah meringis.

2.    Mencatat respon klien tentang adanya pengaruh neyri misalnya hilangnya perhatian pada hidup atau menurunya aktifitas.


3.Memberitahukan klien untuk dapat memberikan informasi jika nyeri muncul secara terus menerus.


4.    Memberikan obat klien misalnya dengan analgetik. Asetaminofen dan postan.

S :
Nyeri klien berkurang.

A :
Aktifitas klein kembali normal.

O :

P :

3.
Perubahan kesadaran  b/d edema diencepalon  ditandai dengan :
DS:
a.        Kesadaran klien hilang.
b.        Klien sulit bicara
DO :
a.        Respon pupil buruk.
b.        Gerakan motorik lamban.
c.        Kesadaran hilang.
d.        Hemiparesis.
e.        Foto toraks (fraktur).

Mempertahankan tingkat kesadaran dan meulihkan kembali fungsi sensorik.
1.        Kaji tingkat kesadaran sensorik.





2.        Berikan stimulasi yang bermanfaat.







3.        Observasi respon klien.




4.        Gunakan komunikasi dengan suara yang lambut dan pelan.




5.        evaluasi secara teratur perubahan orientasi kemampuan berbicara dan proses pikir.
1.        Semua sistem sensorik dapat berpengaruh dengan adanya perubahan yang melibatkan peningkatan dan penurunan sensitifitas.
2.        Respon yang baik dapat bermanfaat untuk menstimulasi pasien dan dapat memulihkan kembali fungsi kognitif.



3.        Pencatatan terhadap tingkah laku memberikan info yang diperlukan untuk perkembangan proses rehabilitasi.
4.        Pasien mungkin mengalami keterbatasan perilaku dengan tindakan ini membantu pasien untuk memunculkan komunikasi.
5.        Kerusakan dapat terjadi saat trauma awal atau setelah kejadian sehingga mengakibatkan gangguan dalam proses pikir.


1.        Mengkaji kesadaran sensorik misalnya respon terhadap sentuhan, panas dan dingin.


2.        Memberikan stimulasi yang dapat memulihkan kesadaran misalnya dengan berbincang-bincang, sentuhan atau dengan memegang tangan pasien.
3.        Mengobservasi respon klien misalnya rasa bermusuhan.



4.        Menggunakan komunikasi yang dapat diterima oleh klien.




5.        Mengevaluasi kemampuan klien misalnya dengan mengajak berbicara atau menanyakan sesuatu.

S :
Kesadaran klien kembali normal.
O:
Klien mampu berkomunikasi.
A :
P :


DAFTAR PUSTAKA

Krisanty. P.,dkk,. 2009, Asuhan Keperawatan Gawat Darurat, Edisi I, Trans Info Media, Jakarta

Batticaca F,.  2008, Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan, Salemba
Medika, Jakarta

Baughman, Diane C. 2000, Keperawatan Medikal Bedah, EGC : Jakarta

Corwin, Elizabeth J. 2000, Buku Saku Patofisiologi, EGC : Jakarta

Doenges, Marlynn E. 1999. Rencana Asuhan KeperawatanPedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan Pasien.  Edisi III EGC. Jakarta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar